Sebenarnya saya merencanakan untuk datang ke acara #HaiDay ini di hari yang kedua aja. Di hari yang kedua itu saya berniat untuk menikmati penampilan dari endahNrhesa dan Efek Rumah Kaca . berhubung di hari pertama ini ada "seseorang" yang berniat menemani. Saya pun segera menuju lokasi acara yang bertempat di Parkir Timur Senayan ini. Antrian tiket yang semrawut Sebelumnya untuk menikmati acara seperti ini, saya tidak pernah harus antri dengan berdesak-desakan seperti ini. "Emangnya mau antri dapet kupon daging kurban?..." Untuk menikmati acara #HaiDay cukup dengan membeli majalah Hai di tiket box. Maksimal pembelian hanya sebanyak 5 majalah per orang. Akibat menjadi korban dari antrian yang semrawut ini saya ketinggalan penampilan dari JKT48 , Yups! penampilan dari merekalah yang bikin saya penasaran untuk datang di hari pertama ini. Thirteen on Stage Thirteen , inilah band yang klo setiap penampilannya, sang vocalist pasti memanjat tiang si...
Irian Jaya Tahun 1997, Kampung Muting sebuah kecamatan dikelilingi rawa-rawa indah di sepanjang kali bian yang terisolir di dekat perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini. Saat itu anak-anak sekolah rata-rata hanya menamatkan sekolahnya sampai SMP saja dikarenakan belum ada SMA di Muting. Satu satunya jalan untuk melanjutkan SMA hanya dengan bersekolah di Kota Merauke yang jaraknya sekitar 250 KM. Akibatnya banyak anak anak penduduk asli Marind yang enggan melanjutkan pendidikannya hingga SMA, mereka lebih memilih mengikuti jejak orang tuanya masuk hutan, berburu atau mencari ikan kaloso (arwana). Mereka menolak bersekolah jauh dari keluarga mereka. Pak Wambrauw (Daud Hollenger) Kepala Sekolah SMP Negeri Muting menangkap kegelisahan ini dan bercita cita ingin mendirikan SMA Negeri di Muting agar anak anak Marind dapat bersekolah di dekat keluarga mereka. Di bantu oleh beberapa guru antara lain Pak Kasimirus Mahuze (Edo Kondologit) seorang guru yang dipercaya menjaga SMP ...