Langsung ke konten utama

I'm at Media Screening #Film99Cahaya Part 2


Awalnya saya menjadwalkan di hari Senin tgl 3 Maret 2014 kemaren untuk pergi ke tempat bekerja yang baru, tapi sebelumnya konfirmasi untuk menghadiri acara screening dari film 99 Cahaya di Langit Eropa telah saya kirimkan untuk bersedia datang, jika kesempatan untuk pergi ke tempat kerja yang baru ada sesuatu halangan. Dan...tampaknya saya dapat menghadiri screening dari film 99 Cahaya di Langit Eropa. Terima kasih kepada pihak dari Uni Eropa yang untuk kesekian kalinya mengundang saya dalam acara yang mereka selenggarakan atau ada kerjasama dengan mereka. Untuk screening dari film 99 Cahaya di Langit Eropa baik yang pertama dan yang keduanya, saya mendapat undangan melalui pihak Uni Eropa. 
Delegasi Uni Eropa di Indonesia turut mengucapkan selamat atas peluncuran film 99 Cahaya di Langit Eropa, bagi Uni Eropa film 99 Cahaya di Langit Eropa menggambarkan keragaman dan kekayaan dan warisan budaya Eropa, pentingnya toleransi antar umat beragama, serta promosi terhadap pendidikan tinggi di Eropa.
"Film 99 Cahaya di Langit Eropa berhasil mengulas warisan dan peninggalan Islam di negara-negara Eropa, suatu warisan yang kurang diketahui oleh banyak orang diantara kita. Hal ini mengingatkan kami, sebagai orang Eropa, bahwa Islam bukan saja suatu jalan hidup tetapi merupakan bagian yang integral dan penting dalam sejarah kami" Colin Crooks, selaku Wakil Delegasi Uni Eropa.
"Film 99 Cahaya di Langit Eropa mengingatkan kami (orang Eropa) bahwa semboyan "Bhinneka Tunggal Ika" adalah suatu semboyan yang perlu diterapkan dalam kehidupan sehari-hari" - Colin Crooks melanjutkan.



Melanjutkan dari Film 99 Cahaya di Langit Eropa sebelumnya, kali ini Hanum dan Rangga berkunjung ke sebuah gereja yang awalnya adalah sebuah masjid bernama Mezzquita di Cordoba, Selatan Spanyol dan perjalanan mereka berlanjut ke Museum Hagia Sophia, Instanbul Turki. Kedua tempat ini memiliki sejarah penting dalam perkembangan Islam di Eropa. Hingga akhirnya kejayaan Islam runtuh dan tempat-tempat bersejarah tersebut akhirnya beralih fungsi menjadi Gereja dan Museum.
Setelah menonton film 99 Cahaya di Langit Eropa bagian pertama, harapan saya untuk bagian yang kedua adalah meminimalisir dari product placement yang memaksakan untuk ada dalam sebuah scene atau dibuatkan secara paksa agar kita para penonton dapat melihatnya. Dan...tentunya di akhir dari film 99 Cahaya di Langit Eropa bagian pertama adalah scene yang paling mengganggu, bagi saya mungkin scene tersebut jika tidak ada pun tidak akan menganggu jalan cerita filmnya.
Di film 99 Cahaya di Langit Eropa bagian yang kedua ini saya mengucap Alhamdulillah product placement walaupun ada tidak menganggu saya dalam menikmati film ini. Hubungan antara Rangga dengan Hanum di beberapa scene mengingatkan akan diri saya sendiri walaupun saya belum menikah :D
Memang...di beberapa scene tampak membuat kita asyik dengan gadget, bagi saya film 99 Cahaya di Langit Eropa bagian kedua ini lebih baik dari bagian yang pertamanya. Untuk sinematografi yang dipertontonkan baik di film sebelumnya dan film kedua ini sama-sama kurang memanjakan mata bagi saya, di beberapa scene tampak seperti tambal sulam dengan pergantian gradasi warna yang kita lihat.
Film 99 Cahaya di Langit Eropa akan rilis mulai tanggal 6 Maret 2014.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mencoba Netflix Yang Kini Resmi Masuk Pasar Indonesia

Netflix, layanan streaming film panjang dan film serial yang kekinian di Amerika Serikat kini resmi hadir di Indonesia. CEO Netflix, Reed Hastings dalam acara CES 2016, rabu lalu mengumumkan #NetflixEverywhere (termasuk di Indonesia, kecuali Tiongkok). Sebelum Netflix saya sudah akrab dan sempat menggunakan viki, yang kontennya kebanyakan berasal dari Korea Selatan. Telkomsel bekerjasama dengan Disney menghadirkan Moovigo, layanan Disney Movie On Demand dengan kearifan lokal (konten film-film Disney-nya cukup banyak dengan film-film terbaru yang setelah beberapa bulan tayang di bioskop). Multivision menghadirkan nonton.com, terakhir saya akses berisi sinetron mereka yang di tahun 90-an merajai pertelevisian di Indonesia. Terakhir yang sering saya gunakan sih google play movie, lebih seringnya menyewa dengan batas waktu 48 jam. Sejak memiliki Kata Box  saya sudah mencoba untuk "berkenalan" dengan Netflix, sayangnya dalam proses registrasi kita diHARUSKAN untuk me...

Valentine Blogging Competition with B Blog

  Di awal bulan ke-2 dari tahun 2014 ini awal postingan terbaru saya, lagi jarang mengikuti screening dari film Indonesia yang baru rilis, jadi postingan kali ini tentang berpartisipasi dalam B Blog. Beberapa hari yang lalu saya bergabung dengan B Blog, sepertinya akan banyak benefit yang saya dapatkan kedepannya. Dalam Valentine Blogging Competition with B Blog ini bagi yang lain mungkin akan menceritakan sosok yang tersayang dengan orang-orang yang disayangi atau binatang peliharaan. Bagi saya saat ini yang paling saya sayangi adalah boneka mini Plush Owly saya. Apa itu Plush Owly? Plush Owly adalah boneka mini dari Hootsuite yang dibagikan kepada kami para pengguna dari Hootsuite , keunikan dari boneka mini Plush Owly ini hanya diproduksi sebanyak 100 buah di dunia. Itulah mengapa saya lebih memilih boneka mini Plush Owly sebagai sosok yang paling saya sayangi. Sebelum boneka Plush Owly sampai di tangan saya, seorang teman sudah langsung meminta untuk menjual kepada dirin...

Sinopsis Noble Hearts (Mentari di Ufuk Timur)

Irian Jaya Tahun 1997, Kampung Muting sebuah kecamatan dikelilingi rawa-rawa indah di sepanjang kali bian yang terisolir di dekat perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini. Saat itu anak-anak sekolah rata-rata hanya menamatkan sekolahnya sampai SMP saja dikarenakan belum ada SMA di Muting. Satu satunya jalan untuk melanjutkan SMA hanya dengan bersekolah di Kota Merauke yang jaraknya sekitar 250 KM. Akibatnya banyak anak anak penduduk asli Marind yang enggan melanjutkan pendidikannya hingga SMA, mereka lebih memilih mengikuti jejak orang tuanya masuk hutan, berburu atau mencari ikan kaloso (arwana). Mereka menolak bersekolah jauh dari keluarga mereka. Pak Wambrauw (Daud Hollenger) Kepala Sekolah SMP Negeri Muting menangkap kegelisahan ini dan bercita cita ingin mendirikan SMA Negeri di Muting agar anak anak Marind dapat bersekolah di dekat keluarga mereka. Di bantu oleh beberapa guru antara lain Pak Kasimirus Mahuze (Edo Kondologit) seorang guru yang dipercaya menjaga SMP ...