Setelah beberapa hari sebelumnya mengikuti acara press conference Piala Jenderal Sudirman di Hotel Atlet Century Park, di hari minggu, 24 Januari 2016 yang bertempat di Stadion Utama Gelora Bung Karno acara Final Piala Jenderal Sudirman digelar yang mempertemukan Semen Padang (warna kostum merah-merah-merah) melawan Mitra Kukar (warna kostum kuning-kuning-hitam). Hasil pemantauan sepanjang perjalanan saya menuju lokasi, dari Stasiun Sudirman, Halte Gelora hingga di dalam Stadion Utama Gelora Bung Karno, suporter dari Semen Padang dengan warna merahnya tampak mendominasi. Karena mendapat akses media, area yang saya dapat pun di tribun media. Beberapa yang disayangkan dari pergelaran acara ini, saya melihat sendiri ada seseorang yang masuk tanpa memiliki kartu tanda pengenal atau tiket (satu oknum Polisi yang memberinya akses), masih bebasnya para perokok melakukan kegiatannya di tribun penonton (mereka berada di depan dan samping saya) hingga tidak sterilnya tribun med...
Irian Jaya Tahun 1997, Kampung Muting sebuah kecamatan dikelilingi rawa-rawa indah di sepanjang kali bian yang terisolir di dekat perbatasan Republik Indonesia – Papua Nugini. Saat itu anak-anak sekolah rata-rata hanya menamatkan sekolahnya sampai SMP saja dikarenakan belum ada SMA di Muting. Satu satunya jalan untuk melanjutkan SMA hanya dengan bersekolah di Kota Merauke yang jaraknya sekitar 250 KM. Akibatnya banyak anak anak penduduk asli Marind yang enggan melanjutkan pendidikannya hingga SMA, mereka lebih memilih mengikuti jejak orang tuanya masuk hutan, berburu atau mencari ikan kaloso (arwana). Mereka menolak bersekolah jauh dari keluarga mereka. Pak Wambrauw (Daud Hollenger) Kepala Sekolah SMP Negeri Muting menangkap kegelisahan ini dan bercita cita ingin mendirikan SMA Negeri di Muting agar anak anak Marind dapat bersekolah di dekat keluarga mereka. Di bantu oleh beberapa guru antara lain Pak Kasimirus Mahuze (Edo Kondologit) seorang guru yang dipercaya menjaga SMP ...